Jabolan
Author:Naim Emel Prahana
Salah satu cerita yang cenderung sebagai mitology rakyat Redjang di Lebong adalah kisah petualangan orang misterius yang sering disebut dengan nama Jabolan. Cerita rakyat ini sepertinya cerita baru sesudah Indonesia merdeka. Namun, tidak ada satupun yang dapat menjelaskan secara nyata, siapa sebenarnya Jabolan itu.
Sedikit kita mundur ke belakang cerita Jabolan, untuk menggambarkan sosok misterius seorang bernama Jabolan. Manusia bernama Jabolan itu memang manusia yang diidentikkan (disamakan) dengan seorang penjahat kelas kakap. Kejahatan yang dilakukannya hanya sejenis. Yaitu menculik orang atau anak-anak untuk dijadikan tumbal sesuatu bangunan. Sebut saja untuk membangun jembatan.
Konon khabarnya, pada zaman Hindia Belanda menanamkan kekuasaan jajahannya di tanah Renah Sekalawi (Lebong sekarang). Untuk membangun sebuah jembatan selalu dikaitkan dengan kepercayaan mistik. Maksudnya, agar jembatan kuat dan tanah lama, maka di bawah atau di dalam pondasi harus ditanam kepala manusia.
Nampaknya kepercayaan orang-orang Belanda zaman Hindia Belanda itu mengambil inti sari kehidupan masyarakat Redjang sebelumnya. Yang walau sudah menganut agama, khususnya Islam. Masih tetap percaya dengan mistik. Kemungkinan kepercayaan itu berasal dari asal muasal orang Redjang pada masa kejayaan Ajai-Ajai (Pemimpin suatu kelompok masyarakat di Redjang) dan masa Bikau. Bikau itu sendiri berasal dari kata Biku atau Bhiksu yang pada umumnya menganut agama Budha. Dari pengertian itu, besar kemungkinan para Bikau yang menggantikan kedudukan para Ajai-Ajai di Lebong (sekarang ini) adalah para penganut Budha yang terpelajar bahkan sudah menyandang status sebagai bhiksu.
Oleh karena itu, kepercayaan menanam kepala manusia sebelum membangun jembatan atau bangunan di tempat yang dianggap angker merupakan peninggalan nenek moyang orang Redjang. Walaupun sekarang kepercayaan itu sudah ditinggalkan. Zaman Orde Lama bahkan masuk ke zaman Orde Baru kepercayaan itu masih ada. Tetapi yang ditanam bukan kepala manusia, melainkan kepala kerbau.
Diperkirakan cerita tentang sosok misterius Jabolan berasal dari kepercayaan tersebut. Tugasnya adalah mencari kepala manusia. Tentu dilakukan dengan cara tersembunyi dan menyembunyikan prihal tentang dirinya.
Masyarakat Redjang di Lebong mayoritas penduduknya bermata pencaharian dari sektor pertanian dan perkebunan. Biasanya sepanjang hari berada di sawah, kebun atau di ladang. Bahkan, banyak dari keluarga orang Redjang itu sampai sebulan lebih berada di kebun atau sawah mereka.
Dengan demikian anak-anak mereka ditinggalkan di kampung atau disebut dengan dusun. Biasanya para orangtua selalu menasehati anak-anak mereka, agar hati-hati. Terutama jangan pergi ke pinggir hutan sendirian atau ke tempat yang sunyi secara sendirian. Biasanya nasihat itu ditambahkan menyebut nama Jabolan sebagai sosok orang yang sangat ditakuti.
Menurut ceritanya, pola kerja Jabolan nyaris sama dengan harimau yang mengintip mangsanya di tengah hutan. Jabolan selalu mengintip orang dari hutan-hutan di sekitar kampung hingga bertemu dengan anak-anak. Walaupun cerita Jabolan begitu populer sampai-sampai sekarang orangtua yang menyebut atau menjuluki anak-anak dan remaja yang nakal, juga dengan sebutan Jabolan.
Pertanyaannya sekarang, apakah betul kisah Jabolan itu nyata? Atau sekedar peringatan para orangtua kepada anak-anaknya saat ditinggalkan di kampung, agar tidak bermain jauh ke tengah hutan. Maklum kampung-kampung di Lebong pada umumnya tidak jauh dari hutan belantara.
Saya sendiri ketika masih sekolah di SDN 1 Kotadonok antara tahun 1966 sampai 1971 sangat kerap mendengar cerita aksi Jabolan dengan menyebut beberapa korbannya di beberapa kampung. Tapi, Jabolan tidak pernah tertangkap oleh masyarakat atau penegak hukum. Ataukah memang ia adalah agennya pemerintah (Zaman Hindia Belanda).
Belum diketahui persis, yang jelas mengidentikkan penjahat dengan Jabolan adalah sesuatu yang tepat. Sebab, predikat Jabolan itu adalah predikat yang diberikan kepada orang yang suka berbuat jahat kepada orang lain, yaitu pekerjaan yang dilakukan adalah menculik orang lain. Tentu, pekerjaan itu ada imbalannya.
Source : http://rejang-lebong.blogspot.com
Saya masih mengingat orang-orang tua yang bersuku Rejang di Kepahiang sering bercerita tentang jabalan. Jabalan adalah istilah yang digunakan untuk orang yang suka merampok, membunuh, menculik, ataupun melakukan kejahatan-kejahatan berat lainnya. Orang Rejang di Kepahiang juga meyakini bahwa jembatan yang dibuat pada zaman Hindia-Belanda ditanam kepala manusia sebagai syarat supaya jembatan tersebut kuat dan kokoh. Sepertinya, mitos ini merupakan kenyataan adanya. Apalagi jika sudah banyak orang pada zaman tersebut merasa kehilangan anggota keluarganya ketika ada pembangunan jembatan di sekitar tempat tinggalnya, ataupun cerita yang dikisahkan oleh para pekerja jembatan pada zaman tersebut. Perlu diketahui bahwa pekerja pada zaman Hindia-Belanda di Sumatera adalah orang-orang yang dibawa dari pulau Jawa. Wilayah pemukiman orang Rejang di Kepahiang pada zaman Hindia-Belanda tidak mudah dijangkau oleh para penjajah. Selain itu wilayahnya bukan daerah yang paling ditargetkan bangsa penjajah seperti tambang emas, perkebunan teh, ataupun hasil alam lainnya yang menurut sejarah paling dijadikan kebutuhan bangsa Eropa pada zaman itu. Kami bangsa Rejang di sini bukan kaum terjajah, makanya terkesan pemberontak dan tidak penurut.
ReplyDelete