• Latest News

    Curup Kami - Cerita Rakyat : Raden Alit

    Konon pada zaman dulu di sebuah kampung tinggal tiga orang bersaudara. Yang tertua bemama Raden Alit, adiknya Rin­dang Papan dan yang bungsu bemama Lemang Batu. Mereka hidup rukun dan damai. Ke bukit sama mendaki ke lurah sama menurun' berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.  

    Pada suatu hari terlintas dalam pikiran Raden Alit maksud untuk merantau menambah pengalaman. la pun pergi  meninggal­kan kampung halaman, merantau di negeri orang. Ia berjalan seorang diri belum ada ketentuan tempat yang menjadi tujuannya. Banyak cobaan-cobaan yang ditemuinya selama dalam perjalanan.Kesemua cobaan yang dialami merupakan pengalaman yang ber­harga baginya. ltulah maksud ia merantau. 

    Setelah beberapa hari berjalan tibalah ia di dusun Lubuk Pandan, suatu dusun di sekitar daerah Muara Lakitan. Di dusun itu ia bertemu dengan seorang perempuan setengah baya bersama se­orang anak gadisnya sedang menjaga jemuran padi. Perempuan itu seorang janda yang mempunyai dua orang anak perempuan. Kata perempuan itu kepada Raden Alit, 

    "Hai anak muda, Silahkan singgah di rumah kami." 

    Mendengar tegur sapa perempuan itu Raden Alit pun berhenti. Kemudian berkata, 

    "Terima kasih bu.". "Dari manakah kau dan siapa yang kau earl?"
     
    Tanya Perempuan itu.

    "Saya datang dari jauh ingin mencari pengalaman hidup di negeri orang". 

    Jawab Raden Alit. 


    Kerendahan hati dan keramahan Raden Alit, disertai dengan wajahnya yang tampan membuat perempuan itu kagum terhadap­nya. Sampai-sampai dengan tidak disadari ia berkata, 

    "Hai anak muda, sungguh sangat disayangkan, yang tua sudah liwat, sedang­kan yang muda belum sampai".

    Mendengar kata ibunya, anak gadis itu tersenyum malu-malu sambil melirik kepada Raden Alit. Yang tersirat kemudian pun melirik. Sehingga bertemulah pandangan keduanya. 

    "Alanglah manisnya gadis ini," 

    kata Raden Alit dalam hatinya. Oleh karena itu berniatlah Raden Alit untuk menetap di desa itu. 

    Setelah beberapa lama ia tinggal di desa itu, ia dapat memas­tikan akan kebaikan hati dan kehalusan budi bahasa gadis itu.Disampaikannya kepada perempuan itu maksud hatinya akan meminang anak gadisnya. Pinangannya diterima dengan senang hati, sebab kerendahan hati, keramahan serta kehalusan budi bahasanya sudah menjadi buah bibir penduduk di desa itu. Lebih-­lebih perempuan itu sejak pertemuan pertama sudah mengaguminya. Maka diadakanlah selamatan sekadarnya untuk merayakan
    pertunangan Raden Ali dengan gadis itu. 

    Raden Alit kembali ke Bengkulu untuk memberitahukan kepada saudara-saudaranya tentang pertunangannya itu. Sebelum­ nya kepada tunangannya ia berpesan seraya berkata, 

    "Hati-hatilah menjaga diri, dan tetapkanlah hatimu untuk setia hanya kepada kakanda. Jangan terpengaruh dengan harta ataupun pangkat."

    Gadis itu menangguk tanda akan mematuh pesan tunangannya. 

    Tidak berapa lama setelah Raden Alit kembali ke Bengkulu, datanglah anak raja Aceh ke desa itu. Maksud semula ialah me­rantau mencari pengalaman. Namun seperti juga Raden Alit ia bertemu dan tertarik kepada gadis di desa itu, yaitu tunangan Raden Alit. Anak raja Aceh tidak mengetahui bahwa gadis itu sudah bertu­nangan. Ia pun berusaha untuk memikatnya. Dibujuknya serta dirayunya gadis itu. Diberinya janji-janji yang menyenangkan. Maklumlah anak raja. Ia dapat memenuhi apa saja yang diminta,dan diingini orang. Meskipun demikian tunangan Raden Alit itu tetap tidak mau menerima bujuk rayu anak raja Aceh.

    Pada hal kalau dibandingkan anak raja Aceh itu jauh lebih gagah dan perkasa dari Raden Alit. Gadis itu selalu ingat kepada pesan tunangannya.

    Anak raja Aceh menjadi penasaran karena cintanya ditolak. Ia pun bermaksud membawa lari gadis itu dengan paksa. Akhirnya maksudnya tercapai untuk membawa gadis itu ke Aceh. 

    Kedatangan anak raja Aceh di negerinya disambut dengan meriah, karena ia telah membawa calon isterinya. Harl itu diada­kan jamuan makan secara besar-besaran dan semua rakyat di­ undang. Tak lama kemudian sepeninggal anak raja Aceh, Raden Alit berangkat dari Bengkulu ke Lubuk Pandan akan menemui tunangannya. Tapi apa hendak dikata, tunangannya telah dilarikan orang. Setelah ia mengetahui peristiwa yang dialami tunangan­ nya, Raden kembali ke Bengkulu memberitahukan kepada sauda­ranya, bahwa ia akan menyusul tunangannya ke Aceh. la berpesan kepada saudaranya, apabila tiga bulan lamanya ia tak kembali, supaya saudaranya menyusul ke Aceh. 

    Berhari-hari lamanya Raden Alit berjalan, tak menghirau­kan siang dan malam. Dengan hati yang duka ia berjalan seorang diri tak mengenal lelah dan rasa takut. Yang dipikirkan tak lain ialah bagaimana keadaan tunangannya sekarang. 

    Pada suatu malam tibalah Raden Alit di pinggir air tempat pemandian Raja Aceh. Duduklah Raden Alit berpikir bagaimana akal supaya dia dapat masuk ke istana untuk menemui tunangan­nya Sementara ia berpikir timbul akalnya akan menjelma jadi seorang bayi yang baru lahir. Oleh karena kesaktiannya, pada waktu menjelang subuh, ia telah menjelma sebagai seorang bayi yang baru lahir.

    Bayi itu terbaring di pinggir jalan tempat pemandian Raja Aceh. Ketika Raja pergi mengambil air sembahyang subuh ke tepian mandi, terlihat olehnya bayi tadi sedang menangis. Raja terkejut bukan kepalang.

     "Bayi siapakah ini?" 

    tanya Raja dalam hatinya. Ia segera membawa bayi itu pulang ke istana. 

    Pagi harinya Raja mengumpulkan rakyat memberitahukan bahwa ia telah menemukan seorang bayi di pinggir jalan tempat pemandiannya. Raja menanyakan kepada rakyat, siapa, yang mem­buang bayi di tempat itu. Akan tetapi semuanya mengatakan tidak ada, malah semuanya menjadi heran dan terkejut.


    Oleh karena rakyat tidak ada yang mengakui, maka pada saat itulah Raja mengangkat bayi itu sebagai anaknya, anak satu jadi dua, karena Raja hanya mempunyai satu orang anak.

    Pesta perkawinan anak Raja Aceh telah mulai disiapkan. Maklum saja pesta anak raja, tujuh hari tujuh malam lamanya. Esok harinya karena kesaktiannya, bayi tadi sudah bisa menelung­kup. Di hari berikutnya bayi itu sudah pandai merangkak, tiga hari kemudian sudah bisa berjalan, di hari keempat bisa berlari di halaman. Maka mulailah bermain-main bersama temannya. la bermain di muka Mahligai, yaitu main kalah pasang namanya. Siapa kalah itulah yang memasang. Akan tetapi ini lain daripada yang lain. Apabila dia kalah ia yang memasang, dan bila. ia menang masih juga ia yang memasang. Pada saat memasang buah ia berhitu:ng, satu dua tiga empat, empat lima enam tujuh. Alang kemalang kau sukat, melayani bukan tunangan tubuh. Maksudnya dia memberi sindiran pada anak raja Aceh yang sedang duduk mehyaksikan anak-anak yang sedang bermain. Begitulah berhari-hari kerjanya, main sambil berhitung.

    Tibalah di hari yang keenam. Pada hari itu di Mahligai diadakan tarian bujang dan gadis. Seruling serdam mulai dibunyikan, gung kulintang dilagukan, sehingga meriahlah suasana di saat itu Khalayak ramai ikut berbondong-bondong datang menyaksikan pesta tersebut. Anak angkat raja pada saat itu memakai pakaian kerajaan. Bukan main gagahnya pada malam itu, sehingga orang-orang yang ada di sana kagum melihatnya. 

    Calon isteri anak raja Aceh mengetahui bahwa itu adalah Raden Alit tunangannya yang dahulu, akan tetapi semua orang yang ada di sana tidak mengetahui hal itu. Bermacam-macam tarian telah diadakan pada malam itu. Tibalah giliran anak angkat raja untuk menari di mahligai. Raja menitahkan padanya supaya ia memilih sendiri pasangannya untuk menari. Ia tetap diam, tak mau berdiri. Setelah raja menanyakan yang kedua kalinya, barulah ia menjawab, 

    "Kalau boleh saya ingin menari bersama sang putri."

    Raja menanyakan apakah sang putri bersedia atau tidak. Sang putri menganggukan kepala menyatakan ia bersedia untuk menari. Hal ini memang telah lama dinantikan oleh sang putri, sebab ia mengetahui pasangannya itu adalah tunangannya. Sejak. saat itu ia mulai menari, hingga hampir subuh mereka tak pernah berbenti. Semua tarian mereka bisa melakukannya. Penonton jadi heran melihat keadaan yang demikian.

    Kemudian berdirilah seorang dukun menghampiri raja dan ia mengatakan bahwa yang menari itu bukan lagi manusia, tetapi itu hanyalah bayangan. Sedangkan orangnya sudah pergi dari istana ini Mendengar hal itu raja menjadi terkejut dan hampir pingsan dibuatnya. Anak raja Aceh turun dari singgasana, ingin
    ia rasanya berontak. Tetapi apa boleh buat, semuanya telah terjadi. Acara segera dihentikan, dan terjadilah keributan di tengah-tengah kegembiraan. Suasana jadi kacau, mencari sang putri ke sana ke mari. Namun mereka tak ada lagi di sekitar.istana. 

    Puaslah rasa hati Raden Alit telah berhasil dapat merebut kembali tunangannya. Di waktu menjelang subuh, ada salah seorang perempuan pergi mencuci beras ke tepian. Terlihatlah oleh perempuan itu mereka sedang duduk di pinggir kali. Perempuan itu cepat-cepat. pulang, segera memberitahukan peristiwa itu kepada raja. Raja segera memerintahkan pada hulubalangnya menyusul untuk menangkap mereka. Akan tetapi Raden Alit telah membawa jauh-jauh tunangannya dan disembunyikan di suatu tempat. Kemudian Raden Alit kem­bali lagi, lalu mengadakan perlawanan terhadap pasukan Aceh. Terjadilah pertumpahan darah yang sangat hebat. Raden Alit itu memang benar-benar orang yang sakti. Hampir sehari penuh lama­ nya pertempuran tersebut berkecamuk.


    Pada malam harinya, Raden Alit sudah merasa lelah, lalu ia meninggalkan tempat itu sambil berkata,

     '.'Kalau kalian tidak puas, datanglah ke tempat kami!". 

    Lalu ia menjemput tunangannya di­persembunyian dan segera berangkat dari tempat itu, menuju Bengkulu. 

    Lama kelamaan tibalah mereka di Ujung Karang Tapak Paderi sekarang. Ketika datangnya Raden Alit, Rindang Papan dan Lemang Batu telah ada menunggu di sana. Raden Alit mencerita­ kan peristiwa yang dialaminya dan memberitahukan yang akan ter­jadi. Lemang Batu menyatakan bahwa ia telah bersedia untuk dijadikan peluru meriam, jika pasukan Aceh datang menyerang.

    Kira-kira dua hari kemudian tampak di tengah-tengah lautan sebuah kapal pasukan Aceh telah tiba. Meriam diletuskan, Lemang Batu yang telah menjadi peluru meriam tadi melayang lalu turun di kapal pasukan Aceh. Lemang Batu mengatakan,

    "Kalian datang ke sini, apakah dengan maksud baik atau dengan maksud jahat? Kalau jahat kita sama-sama hancur di kapal  ini." 

    Pimpinan pasukan Aceh menjawab, 

    "Kami datang dengan maksud baik, karena kami akan menemui sang putri."

    Mendengar keterangan yang demikian, pasukan Aceh dipersilah­kan mendarat. Kemudian berdamailah mereka. Raden Alit akan tetap melangsungkan pernikahannya dengan tunangannya. Sedang­kan anak Raja Aceh dijodohkan dengan saudara sepupu Raden Alit sendiri. Maka eratlah hubungan persahabatan antara Bengkulu dan Aceh.

    Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, "Cerita Rakyat Bengkulu",Jakarta,1982.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Curup Kami - Cerita Rakyat : Raden Alit Rating: 5 Reviewed By: CURUPKAMI
    Scroll to Top