• Latest News

    Kota Curup sejak tahun 1930-an dikenal sebagai pusat tanaman sayur

    Kota Curup sejak tahun 1930-an dikenal sebagai pusat tanaman sayur namum untuk menjadi pusat tanaman sayur mayur tersebut para petani petani curup dan sekitarnya harus menghadapi perjuangan yang amat sulit,dimulai sejak kedatangan koloni pertama di tanah rejang hingga saat para koloni tersebut menghadapi krisis ekomoni. berikut adalah perjalanan sejarah para koloni yang memperjuangkan nasibnya di tanah rejang : tahun 1909
    • - peserta kolonisasi di Permu telah berhasil membuka persawahan seluas 20 bau
    tahun 1910
    • - penduduk di tiga desa migran kolonisasi Rejang berjumlah 522 orang.
    • - Pada tahun 1910, pemerintah memulangkan tiga orang migran karena tidak mampu bekerja keras sehingga dianggap tidak berguna bagi kemajuan program kolonisasi. Pada kasus ini, uang persekot yang diberikan kepada mereka dianggap lunas oleh pemerintah. Akan tetapi, bila migran pulang ke Jawa atas kemauan sendiri, mereka harus melunasi hutang kepada pemerintah.
    • - migran yang kembali ke Bogor berjumlah dua orang.
    • - pada tahun 1910 banyak migran terserang penyakit flu Spanyol, dan disentri yang mengakibatkan kematian. Jumlah migran yang meninggal dunia berjumlah 66 orang, terdiri atas 22 orang dewasa (17 orang laki-laki) dan 44 orang anak-anak, atau kurang lebih 10% dari penduduk migran yang berjumlah 650 orang.[5] Menghadapi keadaan seperti ini, pemerintah memberikan bantuan berupa makanan dan obat-obatan. Migran kolonisasi yang sakit ditangani oleh dokter orang Eropa yang berada di Kepahiang karena banyak migran kolonisasi yang sakit, banyak persawahan yang tidak tergarap.
    tahun 1911
    • - ketiga desa migran kolonisasi itu kembali mendapat tambahan pendatang baru sehingga penduduk migran berjumlah 596 orang migran, yang terdiri atas 230 orang laki-laki, 150 orang wanita, dan 216 anak-anak.
    tahun 1912
    • - Pada tahun 1912, di desa-desa migran dari Jawa telah terdapat 5.749 pohon kopi dan pada tahun berikutnya tanaman kopi telah bertambah menjadi 39.386 pohon. Sebagian besar tanaman kopi terdapat di Kolonisasi Air Sempiang, yaitu 20.328 pohon, di Permu terdapat 10.058 pohon, dan di Curup 9.000 pohon. Sampai dengan tahun 1914, tiga desa migran kolonisasi di Rejang terdapat 76.128 batang pohon kopi.
    • - program pencarian peserta kolonisasi difokuskan pada kelompok petani miskin dari daerah Bagelen dan mereka akan ditempatkan di Pasar Curup. Hal ini antara lain karena hasil percobaan kolonisasi di Kepahiang kurang baik karena lingkungan yang tidak sehat. maka percobaan selanjutnya dialihkan ke Pasar Curup yang banyak terdapat lahan dapat diairi dan lingkungan lebih sehat. Kontrolir G.A. van Drunen juga menetapkan tidak akan mendatangkan lagi migran orang Sunda tetapi migran orang Jawa yang menurutnya lebih mudah diajak kerjasama.
    • - jumlah penduduk migran kembali berkurang karena 26 orang migran meninggal dunia, 10 orang di antaranya adalah anak balita yang meninggal dunia karena sakit radang paru-paru. Tahun berikutnya, penduduk migran yang meninggal dunia berjumlah 9 orang, 4 orang di antaranya adalah anak balita yang meninggal dunia akibat gangguan makan dan demam. Penduduk migran dewasa yang meninggal berjumlah 5 orang karena penyakit beri-beri, demam, disentri, dan penyakit busung.
    • - di desa migran Air Sempiang terjadi kekurangan pangan.
    Tahun 1913
    • - pada tahun 1913 di desa migran kolonisasi Air Sempiang, tanaman teh berjumlah 33.420 batang, di Desa Permu 14.275 batang, dan di Desa Talang Benih (Curup) hanya terdapat 200 batang. Hasil tanaman teh penduduk migran dapat dijual kepada perusahaan korporasi milik orang Cina, atau menjualsendiri ke Pasar Kepahiang.
    • - pemerintah Bengkulu melaksanakan program kolonisasi spontan, yaitu kolonis yang menanggung biaya perjalanan sendiri.
    • - pemerintah Bengkulu mendapatkan calon kolonis berjumlah 11 orang yang terdiri atas empat orang laki-laki, empat orang perempuan, dan tiga anak-anak, yang bersedia berangkat ke Bengkulu atas biaya sendiri. Kedatangan mereka menambah jumlah penduduk pada tiga desa migran kolonisasi, yaitu menjadi 768 orang.
    • - pada tahun 1913 dengan cara memberangkatkan Radjiman, kepala kampung desa migran Jawa di Curup disertai isterinya Djemina dan dua orang pembantu, yaitu Soeropawiro dan Setrowirono ke Kutoarjo untuk mencari petani-petani miskin yang mau diajak pindah ke Rejang. Melalui kerja sama dengan Kontrolir Kutoarjo, mereka berhasil mendapat 53 orang calon kolonis, yang terdiri atas 20 orang laki-laki, 18 orang perempuan, dan 15 anak-anak, yang berasal dari Kutoarjo. Di Rejang mereka ditempatkan di desa migran kolonisasi Talang Benih (Curup).
    tahun 1914
    • - Dibuka desa migran di desa Talang Benih (Curup)
    • - pemerintah membangun, jalan tanah yang menghubungkan Desa Air Sempiang dengan Kampung Pensiunan di Kepahiang.
    • - Pada tahun 1914 saat terjadi musim kering yang panjang hampir semua migran kolonisasi tidak dapat menanam padi. Mereka hanya dapat mengumpulkan kayu bakar untuk dijual dan uang yang didapat bisa untuk membeli kebutuhan hidup. Bahkan di Desa Talang Benih (Curup) terdapat 30 keluarga migran mengalami kekurangan makan karena persediaan beras sudah habis.
    tahun 1915
    • - migran kolonisasi laki-laki berjumlah 309 orang, sedangkan migran kolonisasi wanita hanya 209 orang. Hal ini pun terjadi pada perbandingan jumlah anak laki-laki dan perempuan, yaitu jumlah anak laki-laki 177 orang dan anak perempuan 136 orang.
    • - Penduduk Desa Talang Benih hanya berjumlah 162 orang sehingga banyak lahan belum dibuka dan sawah tidak digarap karena kekurangan tenaga kerja. Lahan persawahan yang baru digarap hanya kurang lebih 10,25 bau, sedangkan luas lahan yang disediakan 100 bau berupa tanah vulkanis yang subur di kaki Bukit Kaba dan terdapat pengairan dari Air Duku.
    • - Sampai tahun 1915, Desa Talang Benih masih belum berkembang, meskipun jaraknya hanya setengah pal dari Pasar Curup.
    • - migran dari Jawa yang ditempatkan di Desa Imigrasi Permu telah memiliki lahan persawahan seluas 60 bau. Sebelum lahan persawahan ditanami padi, mereka memanfaatkanya untuk dijadikan kolam-kolam ikan emas, dan pekarangan rumah ditanami tanaman pisang (Musa paradisica L.), kopi (Coffea canephora L.), dan buncis (Phaseolus vulgaris L.).
    • - kehidupan migran dari Jawa telah membaik. Rata-rata migran telah memiliki rumah, lahan persawahan, dan kebun kopi di sekitar pekarangan rumah. Akan tetapi, keberhasilan migran kolonisasi di Rejang secara ekonomis tidak sama, juga antara satu desa migran dengan desa migran lainnya. Migran kolonisasi yang bertempat tinggal di desa kolonisasi Air Sempiang, hidupnya lebih makmur karena mereka dapat mencari kerja sampingan sebagai kuli di perkebunan.[14] Di samping itu, migran pun sudah memiliki sendiri kebun teh dan kopi di pekarangan rumahnya. Migran juga diuntungkan karena desa mereka tidak tergabung dalam pemerintahan marga. Dengan demikian, migran dari Jawa tidak perlu melakukan kerja wajib kepada marga dan membayar pajak pemerintahan marga[15] sehingga uang yang diperoleh dapat untuk digunakan membangun rumah yang bagus.
    • - kebun-kebun teh milik migran kolonisasi di desa Air Sempiang telah menghasilkan daun teh (Camellia folium L.) sebanyak 162,81 pikul, dan para migran bisa menjual dengan harga berkisar antara f. 0,36 sampai f. 0, 40/kati.

    tahun 1916
    • - hasil panen padi bertambah dari 2.831 pikul
    • - saat saluran irigasi di Desa Air Sempiang dapat digunakan lagi
    • - migran kolonisasi yang ditempatkan di Desa Air Sempiang dan Talang Benih (Curup) sampai tahun 1916 masih banyak yang berladang padi.
    tahun 1917
    • - jumlah migran Jawa di Curup adalah 197 orang. Rumah yang sudah dibangun berjumlah 53 buah dan luas sawah yang telah dibuka adalah 65 bau
    • - jumlah penduduk di tiga desa migran berjumlah 831 orang
    • - hasil panen padi sebanyak 8.207 pikul
    tahun 1918
    • - desa Talang Benih (Curup) mendapat tambahan migran baru

    tahun 1919

    • - jumlah penduduk di tiga desa migran menurun menjadi 799 orang, Penduduk desa migran kolonisasi berkurang, antara lain dapat disebabkan karena migran pindah ke desa lain, pulang ke Jawa, migran meninggal dunia, atapun karena angka kelahiran bayi yang rendah. Rendahnya angka kelahiran anak berkaitan dengan jumlah migran wanita lebih sedikit dibandingkan dengan migrant.
    • - Pengurangan penduduk terjadi di desa migran Air Sempiang dari 324 orang menjadi 277 orang
    • - jumlah penduduk bertambah desa Talang Benih (Curup) dari 191 orang menjadi 258 orang

    tahun 1920

    • - luas persawahan bertambah menjadi 223 bau dengan hasil padi 7.350 pikul, tetapi hasil itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri

    Tahun 1928

    • - Luas lahan tanaman tembakau di Marga Merigi dan Selupu Rejang pada mencapai 421 bau dan hasilnya dikirim ke Palembang.
    • - Sampai dengan tahun 1928, jumlah penduduk di Desa Migran Kolonisasi Air Sempiang, Permu, dan Talang Benih berjumlah 1.324 orang. Pertambahan penduduk terutama terjadi di Desa Talang Benih (Curup) dengan kedatangan migran baru dari Pulau Jawa. Pada saat itu kebanyakan migran sudah dapat menjual sebagian dari hasil panen, dan mereka mendapat hasil tambahan dari budi daya ikan emas (Carassius auratus L.), bertanam sayur, dan berkebun teh dan kopi.
    tahun 1930
    • - di Rejang masih banyak petani yang berladang padi dengan luas ladang garapan sekitar 6.380,75 bau, jauh lebih besar dibandingkan persawahan yang digarap, yaitu seluas 1.596 bau, Lahan persawahan yang luas terutama terdapat di desa-desa kolonisasi, Durian Mas, Talang Benih, dan Permu. Sebagian lagi terdapat di desa kolonisasi Pelalo Baru, Air Sempiang, Pulau Geto, dan Belumai, dan beberapa desa penduduk asli, yaitu lahan persawahan Cawang (Kejalo), Dusun Curup, dan Pelalo.
    tahun 1936
    • - Jumlah penduduk di desa Air Sempiang relatif stabil, yaitu 438 orang
    • - Jumlah penduduk di desa migran Permu berjumlah 867 orang
    • - tahun 1936 sampai tahun 1939 lahan pertanian di desa migran Permu dari tahun peningkatan dari 209 ha menjadi 262 ha.
    • - tahun 1936 sampai tahun 1939 Desa Air Sempiang tidak mendapat tambahan penduduk baru, sedangkan jumlah migran yang meninggalkan desa hanya 21 orang
    tahun 1937
    • - Angka kematian yang tertinggi terjadi pada tahun 1937, yaitu 67 orang
    • - harga kopi turun, seperti yang terjadi pada bulan November 1937, banyak petani yang kekurangan uang untuk membayar pajak.
    • - Pada tahun 1937 dan 1938 petani sayur sudah dapat menggantikan kiriman sayur untuk daerah Jambi dan Palembang yang biasa didatangkan dari Jawa dan Sumatera Barat.
    tahun 1938
    • - didirikan perkumpulan petani sayur yang bertujuan menyatukan petani sayur dan mencari pasar baru untuk memasarkan hasil sayur dari Rejang. Perkumpulan ini berdiri atas inisiatif Ajun Konsultan Pertanian Curup yang menyelenggarakan pertemuan petani sayur di Desa Air Sempiang. Hasil pertemuan itu adalah berdirinya perkumpulan petani sayur yang bernama “Mitra Sunda”. Perkumpulan “Mitra Sunda” mengatur masalah penanaman dan pemasaran hasil sayur para petani dan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam masalah penanaman dan pemasaran mereka dapat berkonsultasi dengan Ajun Konsultan Pertanian yang berkedudukan di Curup. Akhirnya, melalui perkumpulan “Mitra Sunda” para petani migran Sunda mendapatkan jalan untuk memasarkan langsung hasil sayurnya ke Pagar Alam.
    • - pada awal tahun 1938 harga tembakau adalah f. 20/ kotak atau 400 lempeng dan kemudian pada bulan berikutnya harga terus menurun, maka banyak petani yang tidak menjual tembakaunya.
    • - penarikan pajak menjadi lebih sulit dilakukan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
    • - Talang Benih mendapat tambahan penduduk baru pada tahun 1938 dan 1939 sebanyak 134 orang
    tahun 1939
    • - Oleh karena letak desa migran Air Sempiang di area perkebunan swasta maka perluasan lahan pertanian pun terbatas, yaitu dari 122 ha menjadi 138
    • - Jumlah penduduk di desa Air Sempiang menjadi 436 orang
    • - Desa migran Permu dalam waktu empat tahun mengalami penurunan jumlah penduduk menjadi 834 orang
    Sampai dengan tahun 1940
    • - mata pencaharian migran yang pertama datang ke Bengkulu adalah bertani, bertanam kopi seperti yang dilakukan oleh orang Rejang dan sebagian dari mereka bertanam sayur
    sumber : meretas kehidupan baru ditanah harapan bengkulu ; sejarah bengkul 1908-1944 oleh Dr.Lindayanti.M.Hum
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Kota Curup sejak tahun 1930-an dikenal sebagai pusat tanaman sayur Rating: 5 Reviewed By: CURUPKAMI
    Scroll to Top